Translate

Sunday, July 24, 2016

Manajemen Kepemimpinan

Kepemimpinan
A.      Pengertian Kepemimpinan
  Stoner, Freeman,dan Gilbert (1995) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah proses dalam mengarahkan dan mempengaruhi para anggota dalam hal berbagai aktifitas yg harus dilakukan.
  Griffin (2000) membagi pengertian kepemimpinan menjadi 2 konsep, yaitu:
  1. Sebagai proses, kepemimpinan difokuskan kepada apa yg dilakukan oleh para pemimpin, yaitu proses dimana para pemimpin menggunakan pengaruhnya utk memperjelas tujuan organisasi bagi para pegawai, bawahan, atau yg dipimpinnya, memotivasi mereka utk mencapai tujuan tsb, serta membantu menciptakan budaya produktif  dalam organisasi. 
  1. Kepemimpinan dari sisi atribut, adalah kumpulan karakteristik yg harus dimiliki oleh seorang pemimpin.  Oleh karena itu, pemimpin dpt didefenisikan sbg seseorang yg memiliki kemampuan utk mempengaruhi perilaku orang lain tanpa menggunakan kekuatan, shg orang2 yg dipimpinnya menerima dirinya sbg sosok yg layak memimpin mereka.

B.      Kepemimpinan Meliputi Empat Aspek
  Pengikut (followers): adalah orang2 yg mengikuti para pemimpin atau orang yg diberi perintah atau dipengaruhi oleh pemimpin utk melakukan sesuatu, misalnya pegawai, bawahan, atau pekerja
  Perbedaan kekuasaan (distribution of powers): antara pemimpin dan pengikut ada perbedaan kekuasaan, yg masing-masing tdk dpt tertukar.
  Penggunaan kekuasaan utk memengaruhi (power to influence): yang perlu dipengaruhi oleh para pemimpin dg kekuasaan yg dimilikinya adl perilaku para pegawai agar melakukan tindakan yg mewujudkan tujuan yg telah ditetapkan.
  Nilai yg dibangun (leadership  value): pemimpin perlu mendorong terwujudnya suatu nilai positif yg dpt memberikan perubahan positif kpd semua agt organisasi. Di sini faktor etika, moralitas, dan keteladanan seorang figur pemimpin diperlukan. Pemimpin yg tdk mengindahkan nilai-nilai yg berlaku di masyarakat hanya akan melahirkan perubahan tapi akan mengancam diri/organisasinya di masa yad.
C.      Pendekatan Kepemimpinan
Dikenal 3 pendekatan:
  1. Pendekatan personal (personal traits of leadership approach): adalah melihat seseorang itu dari sudut     1) sebagai pemimpin dan bukan pemimpin (ambisi dan energi, hasrat utk memimpin, kejujuran dan keutuhan, percaya diri dan tegas, kecerdasan dan pengetahuan yg relevan dg pekerjaan, 2) pemimpin efektif dan tidak efektif (melihat pemimpin bukan dari segi fisik saja, tapi juga dari kemampuannya utk mencapai tujuan organisasi)
  2. Pendekatan perilaku (behavioral approach): melihat pemimpin dari dua aspek kepemimpinan, yaitu 1) dari fungsi-fungsi kepemimpinan (leadership function: fungsi yg terkait dg tugas atau pekerjaan; fungsi yg terkait dg hubungan sosial atau pemeliharaan kelompok); 2) gaya kepemimpinan (leadership styles: yaitu kepemimpinan yg berorientasi pada pekerjaan, dan kepemimpinan yg berorientasi pada pegawai/ orang-orang
  3. Pendekatan kontingensi (contingency approach):
D.      Penelitian Empiris Mengenai Gaya Kepemimpinan (Leadership Style)
·         Penelitian yg dilakukan oleh Universitas Michigan (oleh Rinses Likert th 1940) dan Universitas Ohio menyimpulkan bahwa pendekatan gaya kepemimpinan yg berorientasi kepada orang-orang lebih efektif dari pada yg berorientasi kepada tugas atau pekerjaan.  Dua penelitian  ini mengidentifikasi bahwa para pemimpin yg efektif memiliki bbrp karakteristik al: memberikan dukungan yg sportif kepada orang2; mendorong para pekerja utk terlibat dlm penyusunan dan pencapaian tujuan, dan menekankan pentingnya untuk bekerja secara tim


E.       Gaya Manajemen (Managerial grid) dari Blake dan Mouton
  Penekanan kepada bagaimana para manajer memikirkan mengenai dimensi perilaku pemimpin yang concern dengan aspek produksi dan hubungan kerja dengan manusianya kemudian diurai oleh Robert Blake dan Jane Mouton dalam gambaran grafis dari gaya kepemimpinan melalui kisi-kisi (grid) manajerial (orang-orang yang akomodatif, kebutuhan dan memberi mereka prioritas) pada y-axis dan kepedulian untuk produksi (menjaga jadwal yang ketat) pada x-axis, dengan setiap dimensi mulai dari rendah (1) ke tinggi (9), sehingga menciptakan 81 posisi yang berbeda dimana gaya kepemimpinan mungkin terjadi. (Lihat gambar 1)
  Berbagai kombinasi pada garis X dan Y kemudian diidentifikasi oleh Blake dan Mouton dalam 5 gaya kepemimpinan.
Kelima gaya kepemimpinan yang dihasilkan adalah sebagai berikut:
  1. Impoverished Management (1, 1): Manajer dengan pendekatan ini sifatnya rendah perhatiannya pada dimensi orang (concern for people) dan orientasi pada tugas (concern for production). Pemimpin memiliki kepedulian yang rendah terhadap kepuasan karyawan dan produksi yang seharusnya dihasilkan oleh organisasi dan menggambarkan adanya ketidakharmonisan dan disorganisasi. Para pemimpin di titik ini bisa dikatakan tidak efektif dimana tindakan mereka hanya ditujukan untuk melestarikan jabatan dan senioritas.
  2. Task management (9, 1): Juga disebut gaya diktator atau membinasakan. Berikut pemimpin lebih peduli tentang produksi dan memiliki kepedulian yang minim bagi orang-orang. Gaya ini didasarkan pada teori X dari McGregor. Kebutuhan karyawan tidak diperhatikan dan mereka hanyalah sebuah sarana untuk mencapai tujuan. Pemimpin percaya efisiensi dapat dihasilkan hanya melalui organisasi yang tepat dari sistem kerja dan mengeliminir keterlibatan orang sedapat mungkin. Gaya ini dengan sendirinya meningkatkan output dari organisasi dalam jangka pendek namun karena kebijakan dan prosedur yang ketat, maka perputaran tenaga kerja yang tinggi tidak bisa dihindari.
  3. Middle-of-the-Road (5, 5): Ini pada dasarnya adalah gaya mengorbankan dimana pemimpin mencoba untuk menjaga keseimbangan antara tujuan perusahaan dan kebutuhan manusianya. Pemimpin tidak mendorong batas-batas pencapaian menghasilkan kinerja rata-rata untuk organisasi. Pada titik ini kebutuhan karyawan dan produksi sepenuhnya tidak terpenuhi.
  4. Country Club (1, 9): Ini adalah gaya kolegial ditandai perhatian terhadap tugas yang rendah dan tinggi terhadap orientasi orang dimana pemimpin berusaha menciptakan suasana lingkungan yang semua orang bekerja dengan rileks, bersahabat, dan bahagia bekerja dalam organisasinya. Dalam suasana seperti ini tidak ada satu orang pun yang mau memikirkan tentang usaha-usaha koordinasi guna mencapai tujuan organisasi. Namun, fokus pada tugas-tugas yang rendah dapat menghambat produksi dan menyebabkan hasil dipertanyakan.
  5. Team Management (9, 9): Ditandai oleh perhatian yang tinggi terhadap orang-orang dan fokus pada tugas, gaya ini didasarkan pada teori Y McGregor yang berasumsi bahwa orang akan menghasilkan sesuatu apabila mereka memperoleh kesempatan untuk melakukan pekerjaan yang berarti. Selain itu, dalam gaya kepemimpinan team management terdapat kesepkatan untuk melibatkan anggota organisasi dalam pengambilan keputusan dengan maksud mempergunakan kemampuan mereka untuk memperoleh hasil yang terbaik yang mungkin dapat dicapai dan gaya ini yang paling efektif menurut Blake dan Mouton. Pemimpin merasa bahwa pemberdayaan, komitmen, kepercayaan, dan rasa hormat merupakan elemen kunci dalam menciptakan suasana tim yang secara otomatis akan menghasilkan kepuasan karyawan dan produksi yang tinggi.
F.       Pendekatan Kontingensi Mengenai Kepemimpinan
  Pendekatan kontingensi adalah pendekatan kepemimpinan dengan mempertimbangkan situasi yang dihadapi.
  Terdapat beberapa model  mengenai pendekatan kontingensi, yaitu:
  1. Model kepemimpinan situasional dari Hersey-Blanchard
  2. Model LPC dari Fiedler
  3. Model Jalan Tujuan dari Evan-House
G.     Model Kepemimpinan Situasional:Model Hersey-Blanchard
  Model ini menjelaskan bhw para manajer perlu menyesuaikan gaya kepemimpinan sbg respon thd bbg karakter dari oragng2 yg menjadi bawahannya seperti harapan para pekerja, pengalaman, keahlian, dan kesanggupan dlm menerima tanggung jawab.
  Berdasarkan model tsb gaya kepemimpinan dpt dibagi empat kuandran:
  1. Kuadran I: tuntutan tugas tinggi, hubungan antar manusia rendah (high task, low relationship), di sini dibutuhkan pemimpin yg lebih berorientasi kepada pekerjaan.  Karena pd situasi ini pekerjaan lebih penting utk dikerjakan dari pada membangun relasi dengan orang2.
  2. Kuadran II: tuntutan tugas tinggi, hubungan antar manusia juga tinggi (high task, high relationship), di sini dibutuhkan gaya kepemimpinan demokratis dan berorientasi pada kemajuan dan perubahan.
  3. Kuadan III: tuntutan tugas rendah, hubungan antar manusia tinggi (low task and high relationship), di sini pemimpin harus benar-benar memperhatikan aspek relasi antar manusia, dimana pendekatan manajemen partisipatif dapat dilakukan.
  4. Kuadran IV: tuntutan tugas rendah, hubungan antar manusia rendah (low task and low relationship), di sini manajer perlu bekerja keras untuk memotivasi para pekerja sekaligus memberikan panduan mengenai apa yg seharusnya mereka lakukan.  Laissez Faire Management Style (bekerja secara bebas) akan berbahaya jika diterapkan di sini, karena akan menyebabkan organisasi tidak berjalan.  


H.     Model Kepemimpinan Situasional: Model LPC
  Model ini diperkenalkan oleh Fred Fiedler.  LPC adalah singkatan dari Least Preferred Coworker, dimana pemimpin atau manajer perlu mengidentifikasi gaya kepemimpinan manakah yg paling cocok untuk diimplementasikan yg sesuai dg kondisi minimum pekerja yg dihadapi. 
  Menurut Fiedler, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi kesesuaian situasi, dan ketiga faktor ini selanjutnya mempengaruhi keefektifan pemimpin. Ketiga faktor tersebut adalah a) hubungan antara pemimpin dan bawahan (leader-member relations), b) struktur tugas (the task structure) dan c) kekuatan posisi (position power).
I.        Pendekatan Kepemimpinan: Lanjutan Pendekatan Kontingensi
a)      Hubungan antara pemimpin dan bawahan menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin itu dipercaya dan disukai oleh bawahan, dan kemauan bawahan untuk mengikuti petunjuk pemimpin.
b)      Struktur tugas menjelaskan sampai sejauh mana tugas-tugas dalam organisasi didefinisikan secara jelas dan sampai sejauh mana definisi tugas-tugas tersebut dilengkapi dengan petunjuk yang rinci dan prosedur yang baku.
c)       Kekuatan posisi menjelaskan sampai sejauh mana kekuatan atau kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin karena posisinya diterapkan dalam organisasi untuk menanamkan rasa memiliki akan arti penting dan nilai dari tugas-tugas mereka masing-masing. Kekuatan posisi juga menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin (misalnya) menggunakan otoritasnya dalam memberikan hukuman dan penghargaan, promosi dan penurunan pangkat (demotions).
J.        Model Kepemimpinan LPC dari Fiedler
·         Model ini diperkenalkan oleh Fred Fiedler.  LPC adalah singkatan dari Least Preferred Coworker, dimana pemimpin atau manajer perlu mengidentifikasi gaya kepemimpinan manakah yg paling cocok untuk diimplementasikan yg sesuai dg kondisi minimum pekerja yg dihadapi. 
·         Menurut Fiedler, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi kesesuaian situasi, dan ketiga faktor ini selanjutnya mempengaruhi keefektifan pemimpin. Ketiga faktor tersebut adalah a) hubungan antara pemimpin dan bawahan (leader-member relations), b) struktur tugas (the task structure) dan c) kekuatan posisi (position power).
a)      Hubungan antara pemimpin dan bawahan menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin itu dipercaya dan disukai oleh bawahan, dan kemauan bawahan untuk mengikuti petunjuk pemimpin.
b)      Struktur tugas menjelaskan sampai sejauh mana tugas-tugas dalam organisasi didefinisikan secara jelas dan sampai sejauh mana definisi tugas-tugas tersebut dilengkapi dengan petunjuk yang rinci dan prosedur yang baku.
c)       Kekuatan posisi menjelaskan sampai sejauh mana kekuatan atau kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin karena posisinya diterapkan dalam organisasi untuk menanamkan rasa memiliki akan arti penting dan nilai dari tugas-tugas mereka masing-masing. Kekuatan posisi juga menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin (misalnya) menggunakan otoritasnya dalam memberikan hukuman dan penghargaan, promosi dan penurunan pangkat (demotions).


K.      Model Jalan Tujuan (Path Goal Theory)
  Seorang pemimpin yang efektif menurut model ini adalah pemimpin yang mampu menunjukkan jalan yang dapat ditempuh bawahan. Salah satu mekanisme untuk mewujudkan hal tersebut yaitu kejelasan tugas yang harus dilakukan bawahan dan perhatian pemimpin kepada kepentingan dan kebutuhan bawahannya. Perilaku pemimpin berkaitan dengan hal tersebut harus merupakan faktor motivasional bagi bawahannya.
  Model ini diperkenalkan oleh Martin G. Evans dan Robert J. House
  Model ini menjelaskan sekalipun gaya kepemimpinan perlu disesuaikan dengan situasi yang dihadapi, akan tetapi pemimpin harus:
  1. Menentukan tujuan atau rewards yg diharapkan oleh para pekerja)
  2. Menentukan jalan-jalan (path) yg perlu dilakukan oleh pekerja untuk meraih tujuan tersebut.
  Ada 2 hal yg perlu diperhatikan pada model jalan tujuan ini, yaitu: 1) perilaku pemimpin (leader behavior); 2) faktor situasi (situational factor)
  Dalam hal perilaku pemimpin, paling tdk ada 4 tipe pemimpin:
  1. Pemimpin direktif: pemimpin yg cenderung utk menentukan apa yg hrs dilakukan bawahan & apa yg diharapkan pemimpin.
  2. Pemimpin suportif: pemimpin yg cenderung bersahabat & mudah diajak berdialog oleh siapapun memberikan perhatian penuh pd kesejahteraan bawahan & memperlakukan agt secara setara.
  3. Pemimpin partisipatif: pemimpin yg cenderung utk memberikan konsultasi kpd bawahan, mengakomodasi bbg masukan & melibatkan bawahan dlm mengambil keputusan.
  4. Pemimpin prestatif: pemimpin yg memiliki visi perubahan dan standar yg tinggi akan produktivitas, memberikan dorongan kpd bawahan utk berprestasi dan memotivasi kemampuan bawahan dlm melakukan bbg pekerjaan.
Dalam hal faktor situasi, ada 2 hal yg perlu dipertimbangkan oleh pemimpin:
  1. Faktor Personal: pemimpin perlu memperhatikan latar belakang, karakteristik, serta kemampuan dari setiap individu yg dipimpinnya. Bagi pekerja yg baru mungkin perlu pendekatan direktif, bagi yg telah mampu bekerja perlu pendekatan partisipatif.
  2. Faktor Lingkungan: ruang lingkup situasinya adalah segala sesuatu yg berada di luar kontrol individu, termasuk struktur pekerjaan. Misalnya deskripsi jabatan jelas, jadwal kerja jelas, target yg akan dicapai jelas, maka kepemimpinan direktif tdk begitu diperlukan.  Sebaliknya jika struktur pekerjaan tdk jelas, diperlukan kepemimpinan direktif.