Translate

Sunday, July 24, 2016

Agribisnis Kerakyatan

KONSEP DAN ETIKA AGRIBISNIS KERAKYATAN


A.      KONSEP AGRIBISNIS DAN KELEMBAGAAN PETANI
Agribisnis merupakan istilah yang baru dikenal sejak awal dekade 1970-an di Indonesia.  Agribisnis adalah kegiatan ekonomi yang berhulu pada dunia pertanian yang mencakup semua kegiatan mulai dari pengadaan dan penyaluran sarana produksi sampai pada kegiatan tataniaga produk pertanian yang dihasilkan oleh usahatani.
1.       PROBLEMA ETIKA AGRIBISNIS YANG DI CERMATI PADA KESELURUHAN SISTEM AGRIBISNIS YANG TERDIRI DARI SUB-SISTEM HULU, ON FARM, HILIR DAN PENDUKUNG
Agribisnis memiliki dua konsep pokok yakni  :
a.       Agribisnis sebagai suatu sistem yang koordinatif atau integratif dan terdiri dari beberapa subsistem.
Sebagai suatu sistem, agribisnis terdiri dari: (a) subsistem pengadaan sarana produksi pertanian, (b) subsistem usahatani (on farm), (c) subsistem pengolahan hasil pertanian (off farm atau agroindustry), (d) subsistem pemasaran, dan (e) subsistem sarana dan prasarana penunjang, kelembagaan, politik dan lingkungan.
b.      Agribisnis sebagai suatu bisnis. 
Sebagai suatu bisnis, agribisnis berarti setiap usaha komersial terkait dengan kegiatan produksi pertanian, bisa berupa kegiatan pengusahaan sarana produksi (input) pertanian atau pengusahaan pertanian itu sendiri atau juga pengusahaan pengolahan hasil (output) pertanian.
1.       SUBSTIMASI HULU
Subsistem agribisnis hulu akan menentukan keberhasilan proses produksi pada subsistem usahatani.  Hal yang paling penting dalam subsistem agribisnis hulu adalah ketersediaan sarana produksi pada waktu, jumlah, mutu dan harga yang tepat karena proses produksi usahatani pada umumnya sangat tergantung kepada musim dan proses biologis tanaman.
Problema etika yang sering muncul :
Biasanya para petani menghadapi permasalahan yang komplek dalam pengadaan saranaproduksi seperti, ketersediaan sarana produksi sangat terbatas, tidak tepat waktu  serta harga yang tidak terjangkau karena adanya inflatoar gap (ada problema dari faktor etika). 
Seharusnya permasalahan tersebut dapat diatasi bila kelompok tani dan koperasi yang ada berfungsi dengan baik. Disini bisa dilihat terjadinya problema etika yang berakibat kepada petani. Ini memungkinkan munculnya peluang ketidakdilan di tingkat petani.
Subsistem agribisnis hulu ini biasanya tidak netral terhadap skala usaha, semakin banyak petani yang membutuhkan sarana produksi maka akan semakin murah harganya.  Oleh karena itu peran kelompok tani dan koperasi dalam menangkap adanya manfaat ekonomi dari skala usaha menjadi sangat penting.  Dan salah satu alternatifnya aalah melalui kelompok tani dan koperasi, pengadaan sarana produksi dapat dilakukan secara lebih efektif dan efisien.
2.        SUBSISTEM USAHATANI
Subsistem usahatani merupakan subsistem yang juga penting karena pada subsistem ini akan diperoleh produksi pertanian yang dapat dikonsumsi untuk pemenuhan kebutuhan pangan penduduk atau dijadikan sebagai bahan baku bagi industri pengolahan hasil pertanian atau sebagai sumber energi alternatif (bioenergi). 
Problema yang sering muncul :
Masalah yang sangat berat dalam berusahatani adalah tingginya resiko dan ketidakpastian yang ditimbulkan dari proses produksi dan faktor alam. Kegagalan produksi karena lemahnya manajemen usahatani dan/atau gejolak alam amatlah sering dihadapi para petani. Oleh karena itu  introduksi teknologi irigasi pompa atau irigasi teknis merupakan salah satu upaya untuk menekan resiko dan ketidakpastian usaha.  Disinilah sangat dituntut daya adaptasi dan inovasi petani guna meningkatkan hasil produksi usahatani.
3.        SUBSISTEM AGRIBISNIS HILIR
Subsistem selanjutnya adalah subsistem agribisnis hilir mulai dari pemasaran input, bahan baku agroindustri hingga pemasaran produk hasil olahan agroindustri. Umumnya pemasaran dalam sistem agribisnis diserahkan kepada para pedagang yang biasanya relatif lebih baik posisi tawarnya dibandingkan dengan petani. Subsistem ini sebaiknya diusahakan secara efisien agar sistem agribisnis secara keseluruhan mampu memberikan keuntungan kepada semua partisipan. Efisiensi produksi pada masing-masing subsistem merupakan syarat keharusan dalam pengembangan agribisnis namun Problema yang sering muncul adalah belum cukupnya atau tidak ada lembaga yang mengkoordinasikan para pelaku atau partisipan antara masing-masing subsistem dalam sistem agribisnis dengan biaya transaksi yang minimal.
4.       SUBSISTEM PENUNJANG
Subsistem terakhir yang tak kalah pentingnya adalah subsistem penunjang yang dapat terdiri dari faktor lingkungan, lingkungan alam, sosial dan budaya, sarana dan prasarana pendukung, struktur pasar dan kebijakan pemerintah.  Meski faktor tersebut amatlah sukar dikelola oleh para petani namun pemahaman tentang faktor-faktor tersebut akan menolong para petani dalam menjalankan bisnisnya secara efektif dan efisien. Pengembangan agribisnis keluarga petani sangat memerlukan dukungan prasarana perhubungan dan sarana transportasi, lembaga keuangan, pasar yang kompetitif dan dukungan kebijakan pemerintah yang menjamin adanya perlindungan bagi usaha kecil dari praktek monopoli dan monopsoni.  Disinilah pentingnya kebijakan publik disusun bersama dengan melibatkan kelompok tani.
Problema etika yang sering muncul : terkadang masih saja terjadipraktek monopoli dan monopsoni.

B.      MENGAPA INI MENJADI PROBLEM ETIKA AGRIBISNIS.
Masyarakat petani merupakan komponen yang sangat penting mengingatjumlahnya sangat banyak dan umumnya bergerak dibidang usahatani (on farm). Tanpa adanya petani, maka agribisnis tidak mungkin berkembang dan tentu saja produk-produk pertanian juga tidak cukup tersedia bagi kita.
Kenapa hal yang diulas di atas dikategorikan ke dalam probema etika? Hal inidikarenakan untuk membentuk suatu sistem agribisnis yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi  serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai (value-creation) yang tinggi, tentu diperlukan suatu landasan yang kokoh. Biasanya dimulai dari perencanaan strategis, organisasi yang baik, sistem prosedur yang transparan didukung oleh budaya dari setiap pelaku yang terlibat didalamnya yang andal serta dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen.
Haruslah difahami bahwa pada dasarnya praktek etika sistem agribisnis mulai dari subsistem hulu hingga hilir akan mampu memberikan keuntungan kepada pelaku agribisnis baik untuk jangka menengah maupun jangka panjang. Jika semua pihak yang terlibat menjunjung tinggi nilai-nilai etika dalam berlaku di segala subsistem yang ada tentu akan berpengaruh positif terhadap peringkat kepuasan berusahatani, terutama apabila subsistem yang lain tidak mentolerir tindakan yang tidak etis misalnya diskriminasi, monopoli, ketidakadilan dan sebagainya. Jelas sekali petani khususnya yang memiliki keterampilan dalam berusahatani yang merupakan aset yang paling berharga bagi kita semua akan berusaha semaksimal mungkin untuk bekerja dengan seefektif dan seefisien mungkin.
Karenanya untuk memudahkan penerapan etika dalam kegiatan agribisnis maka nilai-nilai yang terkandung dalam etika bisnis harus  dituangkan kedalam manajemen korporasi yakni  dengan cara
a.       Menuangkan etika bisnis dalam suatu kode etik (code of conduct)
b.      Memperkuat sistem pengawasan di segala aspek agribisnis 
c.       Menyelenggarakan pelatihan (training) untuk pelaku agribisnis yang terlibat secara terus menerus

C.      IDENTIFIKASI PARA PELAKU YANG TERSANGKUT DENGAN PROBLEMA ETIKA YANG DIMAKSUDKAN
2.       ETIKA DI TINGKAT GLOBAL TEKAIT ’GLOBALISASI PANGAN’
a.       Identifikasi dan problema etika pada Globalisasi Pangan
Terkait adanya pemanfaatan teknologi rekayasa genetika di bidang ketahanan pangan,  merupakan langkah yang gegabah yang diambil oleh pemerintah Indonesia.Pemerintah janganlah bermain-main dengan pangan rekayasa genetik, karena teknologi tersebut belum sepenuhnya terjamin dari segi keamanan pangan dan sudah terbukti merugikan petani skala kecil (problema etika akibat globalisasi pangan). Tentu langkah ini harus dicegah agar benih rekayasa genetika tidak masuk ke Indonesia.
Ada empat hal yang menyebabkan benih rekayasa genetik tidak boleh dikembangkan di Indonesia, yaitu :
1)      Dari aspek keamanan pangan.
Belum ada satu penelitian pun yang menjamin bahwa pangan rekayasa genetik 100 persen aman untuk di konsumsi. Malah dari beberapa riset akhir-akhir ini, pangan hasil rekayasa genetika menjadi penyebab berbagai penyakit.
2)      Dari aspek lingkungan.
Di beberapa negara yang mencoba menanam benih rekayasa genetik terjadi polusi genetik. Lahan-lahan yang bersebelahan dengan tanaman rekayasa genetik berpotensi untuk tercemar oleh gen-gen hasil rekayasa genetik. Sehingga petani di sebelahnya yang menanam tanaman non rekayasa genetik bisa dituduh melanggar hak cipta karena dinilai telah membajak hak cipta perusahaan benih, padahal persilangan tersebut dilakukan oleh alam. Selain itu, tanaman rekayasa genetik berpotensi merusak keseimbangan lingkungan di sekitarnya. Hama dan penyakit tanaman akan lari ke ladang-ladang konvensional sehingga mau tidak mau petani tersebut harus beralih menjadi pengguna benih rekayasa genetik yang harganya mahal.
3)      Aspek legal.
Belum ada peraturan yang komprehensif mengenai pangan rekayasa genetik.Memang ada UU pangan, UU Budidaya tanaman, dan UU perlindungan varietas tanaman namun belum ada peraturan turunan dari UU tersebut yang secara rinci mengatur produk pangan rekayasa genetik. Sehingga implementasinya di lapangan berpotensi merugikan konsumen dan para petani.
4)      Aspekpengusaanekonomi.
Berdasarkan pengalaman petani di berbagai negara dan juga para petani yang pernah menjadi korban percobaan kapas rekayasa genetik di Sulawesi Selatan, gembar-gembor benih yang dikatakan tahan terhadap serangan hama dan produktivitasnya tinggi hanya omong kosong. Malahpetani di Sulsel yang beralihkebenihgenetikmengalamikerugianbesarakibatketergantunganpenyediaanbenih.Tiba-tibahargabenihmelambungtinggidansusahdicari, sementaraitupetanisendiritidakbisamengembangkanbenihsecaraswadayakarenateknologinyasaratmodal. Hal ini menyebabkan kerugian yang besar dipihak petani dan mereka mulai membakar ladang-ladang kapas mereka dan segera beralih ke produk non transgenik. Petani hanya dijadikan objek untuk semata-mata keuntungan dagang saja.
b.      Identifikasi dan jelaskan peran para pelaku yang tersangkut dengan problema etika pada Globalisasi Pangan tersebut.
Dalam hal ini pemerintah dan sektor swasta yang teridentifikasi menjadi salah satu objekdari problema etika pangan global, sebaiknya harus memikirkan matang-matang terhadap niat dan langkah yang di ambil, terutama jika memang ingin memenuhi pangan dunia.Karena jika pengambilan keputusan tanpa pertimbangan, maka resiko yang akan dihadpi nantinya akan cukup berbahaya terutama oleh masyrakat Indonesia.
Karenanya problema etika terkait rekayasa gentika pangan dunia perlu disikapi dengan arif tanpa semata-mata bereaksi menolak. Karena kenyataan yang sudah terjadi adalah bila tidak mengembangkan produk rekayasa genetik sendiri, tentu Indonesia akan menjadi konsumen produk rekayasa genetik yang diproduksi negara lain atau perusahaan multinasional
c.       Kritik terhadap peran para pelaku dalam problema etika Globalisasi Pangan
Issu pengembangan rekayasa genetik pangan yang belakangan ditiupkan oleh  sejumlah perusahaan agribisnis multinasional untuk menguasai pasar benih di Indonesia jangan hanya diikuti. Perusaahaan multinasional hanya ingin memasarkan produk rekayasa genetik karena teknologi ini tidak dikuasai para petani Indonesia. Para petani tidak akan bisa memuliakan dan menangkar benih rekayasa genetik sendiri. Sehingga dengan begitu para petani akan tergantung terhadap pasokan benih dari perusahaan. Karena itu, pemerintah jangan takut ditekan oleh perusahaan-perusahaan benih. Ambil sikap yang tegas terhadap problema ini. Karena ini akan menyangkut kemaslahatan rakyat Indonesia terkhususnya petaniindon



No comments:

Post a Comment