Translate

Sunday, July 24, 2016

Manajemen Faktor Individu dalam Organisasi

Faktor Individu dalam Organisasi
A.      Kontribusi dan Kompensasi



B.      Faktor Individu dalam Organisasi
Ada 3 hal yang perlu dipahami:
  Kontrak Psikologis (psychological contract): adalah kesepakatan yg tdk tertulis yg muncul ketika seseorang bergabung dlm sebuah organisasi atau ketika tenaga kerja bergabung dlm sebuah perusahaan.  Kontrak psikologis biasanya menyangkut harapan-harapan yg berhubungan dengan kontribusi dan kompensasi.
  Kesesuaian Tenaga Kerja yang Dibutuhkan Perusahaan (the person-job fit): walaupun seleksi utk mendapatkan tenaga kerja yg sesuai dilakukan dg ketat, tetapi kadang2 tdk menghasilkan sesuai harapan.  Hal ini terutama karena menyangkut faktor manusia yg tdk sempurna.
  Keragaman Individu dalam Organisasi (the individual differences in organization): perusahaan perlu memahami keragaman individu secara terbuka, karena manusia ditakdirkan tidak sama, baik dari sisi latar belakang biologisnya, pendidikan, dll.  Karenanya perusahaan harus mengelola keragaman tsb menjadi potensi yg positif bagi produktivitas perusahaan, dan bukan sebagai sumber konflik.
C.      Perilaku dan Kepribadian Individu
  Seorang manajer diharapkan dapat memahami perilaku dan kepribadian dari setiap individu yg dipimpinnya agar dapat mengetahui cara terbaik menghadapinya.
  Griffin (2000) menjelaskan Model Lima Dimensi Mengenai Kepribadian, yaitu:
  1. Tingkat persetujuan (agreeableness)
  2. Tingkat kesadaran dan keseriusan (conscientiousness)
  3. Tingkat emosi neurotisme
  4. Tingkat keleluasan dalam berinteraksi (extraversion)
  5. Tingkat keterbukaan (openness).
·         Agreableness: Individu yang berdimensi Agreableness ini cenderung lebih patuh dengan individu lainnya dan memiliki kepribadian yang ingin menghindari konfilk. Karakteristik Positif-nya adalah kooperatif (dapat bekerjasama), penuh kepercayaan, bersifat baik, hangat dan berhati lembut serta suka membantu.
·         Karakteristik kebalikan dari sifat “Agreeableness” adalah mereka yang tidak mudah bersepakat dengan individu lain karena suka menentang, bersifat dingin dan tidak ramah.
·         Conscientiousness : Individu yang memiliki Dimensi Kepribadian Conscientiousness ini cenderung lebih berhati-hati dalam melakukan suatu tindakan ataupun penuh pertimbangan dalam mengambil sebuah keputusan, mereka juga memiliki disiplin diri yang tinggi dan dapat dipercaya. Karakteristik Positif pada dimensi  adalah dapat diandalkan, bertanggung jawab, tekun dan berorientasi pada pencapain.
·         Sifat kebalikan dari Conscientiousness adalah individu yang cendurung kurang bertanggung jawab, terburu-buru, tidak teratur dan kurang dapat diandalkan dalam melakukan suatu pekerjaan.
·         Neuroticism: adalah dimensi kepribadian yang menilai kemampuan seseorang dalam menahan tekanan atau stress. Karakteristik positif dari Neuroticism disebut dengan Emotional Stability (Stabilitas Emosional), individu dengan emosional yang stabil cenderang tenang saat menghadapi masalah, percaya diri, memiliki pendirian yang teguh.
·         Sedangkan karakteristik kepribadian Neuroticism (karakteristik Negatif) adalah mudah gugup, depresi, tidak percaya diri dan mudah berubah pikiran.
·         Extraversion: Dimensi Kepribadian Extraversion ini berkaitan dengan tingkat kenyamanan seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain. Karakteristik Positif Individu Extraversion adalah  senang bergaul, mudah bersosialisasi, hidup berkelompok dan tegas.
·         Sebaliknya, Individu yang Introversion (Kebalikan dari Extraversion) adalah mereka yang pemalu, suka menyendiri, penakut dan pendiam.
·         Opennes to Experience: Dimensi Kepribadian Opennes to Experience ini mengelompokan individu berdasarkan ketertarikannya terhadap hal-hal baru dan keinginan untuk mengetahui serta mempelajari sesuatu yang baru. Karakteristik positif pada Individu yang memiliki dimensi ini cenderung lebih kreatif, Imajinatif, Intelektual, penasaran dan berpikiran luas.
·         Sifat kebalikan dari “Openness to Experience” ini adalah individu yang cenderung konvensional dan nyaman terhadap hal-hal yang telah ada serta akan menimbulkan kegelisahan jika diberikan tugas-tugas baru.
D.      Perilaku Individu Lainnya yang mempengaruhi Organisasi
Beberapa perilaku individu lainnya selain lima dimensi kepribadian yg diuraikan di muka, adalah:
  Locus of Control: Locus of Control atau lokus pengendalian yang merupakan kendali individu atas pekerjaan mereka dan kepercayaan mereka terhadap keberhasilan diri. Lokus pengendalian ini terbagi menjadi dua yaitu lokus pengendalian internal yang mencirikan seseorang memiliki keyakinan bahwa mereka bertanggung jawab atas perilaku kerja mereka di organisasi. Lokus pengendalian eksternal yang mencirikan individu yang mempercayai bahwa perilaku kerja dan keberhasilan tugas mereka lebih dikarenakan faktor di luar diri yaitu organisasi.
  Self-eficacy: perilaku ini merujuk pada kepercayaan diri dari individu untuk dapat melakukan sesuatu.  Individu yg memiliki self-eficacy yg tinggi adalah individu yg memiliki keyakinan utk mengerjakan berbagai hal, sebaliknya individu yg memiliki self-eficacy rendah adalah individu yg seringkali meragukan kemampuan dirinya utk melakukan berbagai hal. 
  Authoritarianism: perilaku ini merujuk pd keyakinan individu akan peran tingkatan hierarki dlm satu organisasi dan kaitannya dg kekuasaan dlm organisasi.  Individu yg tk authoritarianism nya tinggi beranggapan bhw jika perintah atau keputusan telah dikeluarkan dari hierarki yg lebih tinggi, maka tdk ada alasan utk menolaknya.  Sebaliknya individu dg tk authoritarianism yg rendah beranggapan bhw kebenaran tdk selalu muncul berdasarkan tk hierarki dlm sebuah organisasi, shg yg datang dari atas tdk serta merta harus diikuti.
  Machiavellianism:Seorang individu yang macheavelianisme nya tinggi adalah pragmatis, menjaga jarak emosional, dan yakin tujuan dapat menghalalkan segala cara..Orang-orang yang macheavelianisme nya tinggi sering melakukan manipulasi , lebih suka menang, kurang bisa dibujuk, dan membujuk lebih banyak orang lain dibandingkan dengan orang-orang yang macheavelianisme rendah.  Oleh karena itu, orang-orang yang macheavelianisme tinggi sangat cocok ditempatka pada pekerjaan yang membutuhkan keterampilan tawar-menawar atau yang menawarkan imbalan besar untuk menang. Orang-orang yg macheavelianisme tinggi adalah orang yg tinggi rasionalitasnya, rendah tk loyalitas dan persahabatan, serta menyukai utk melakukan kontrol thd orang lain.  Orang-orang yg macheavelianisme rendah cenderung memiliki tk emosional yg tinggi, rasionalitas yg rendah, menghargai persahabatan dan loyalitas, serta kurang menyukai utk mengontrol orang lain.
  Self-esteem: perilaku ini merujuk kpd sbh keyakinan dari seseorang atau individu bhw dirinya layak utk mendapatkan penghargaan.  Individu dg self esteem yg tinggi cenderung berupaya utk mencari posisi yg tinggi dlm sbh organisasi, dan sebaliknya utk yg self-esteem yg rendah.
  Risk propensity: perilaku ini merujuk kpd kecenderungan individu dlm hal pengambilan resiko dan menjawab tantangan.  Individu yg risk propensity nya tinggi adl seorang risk taker atau pengambil resiko.  Individu yg Risk propensity nya rendah adalah seorang yg risk averser atau penghindar resiko.
E.       Perilaku Individu dan Sikap dalam Berorganisasi
Griffin (2000) menjelaskan bahwa sikap memiliki 3 komponen utama, yaitu:
  Komponen Afektif: menyangkut perasaan yg dirasakan oleh seseorang mengenai gagasan, situasi atau lingkungan yg dihadapinya.  Misal:”saya kecewa dg kualitas bahan baku dari PT ABC”
  Komponen Kognitif: menyangkut pengetahuan seseorang mengenai sesuatu yg terkait dg gagasan, situasi maupun lingkungan yg dihadapinya. Misal: “Kualitas bahan baku PT ABC jauh di bawah kualitas bahan baku PT DEF”
  Komponen Intensi: menyangkut harapan dari seseorang sebagai akibat dari gagasan, situasi maupun lingkungan yg dihadapinya.  Misal: “Saya pikir perusahaan tidak perlu lagi membeli bahan baku dari PT ABC”
Ada dua persepsi:
  Persepsi Selektif: proses penyeleksian informasi mengenai sesuatu yg kontradiksi  dan tdk sesuai dg persepsi awal yg kita yakini.  Misal A dikenal sebagai pekerja yg baik.  Suatu ketika kita menemui dia bekerja kurang baik.  Dalam hal ini kita melakukan justifikasi bhw hal tsb adalah bersifat kasuistik semata.
  Stereotip: proses pelabelan thd seseorang berdasarkan suatu kejadian ttt yg dialami atau dilakukan oleh seseorang tsb.  Misalnya penilaian bahwa wanita itu lemah dan lelaki itu kuat.  Penilaian ini tidak selamanya benar.
F.       Perilaku Individu dalam Organisasi: General Adaption Syndrome (GAS)
Perilaku Individu dan Stres:
  Stres pd dasarnya merupakan respon individu thd tekanan yg tinggi dlm pekerjaan.  Tekanan yg tinggi tsb sering disebut stressor.  Stres terjadi seiring dg pengalaman yg dilalui oleh individu yg dinamakan sbg General Adaption Syndrome (GAS).
  Tahap 1: “Alarm” adalah tahap dimana individu mengalami sesuatu yg menyebabkan dirinya memberikan respon yg tdk biasanya.  Pd saat ini tubuh akan memberikan semacam reaksi atas aktivitas yg tdk normal tsb misal stres, panik, dll. Bentuk respon tsb dinamakan sbg alarm.
General Adaption Syndrome (GAS)
  Tahap 2: “Resistance” yaitu tahap dimana individu melakukan penyesuaian diri berupa reaksi atas respons yg dia lakukan pd tahap alarm.  Bentuk penyesuaian diri misalnya berupa tindakan utk menyelesaikan sesuatu, membiarkan sesuatu, atau pengabaian thd sesuatu, dll.
G.     Perilaku Individu dan Stres
Griffin (2000) membagi individu dalam perilakunya thd stres menjadi 2 tipe, yaitu:
  Individu Bertipe A: adalah individu yg bersifat kompetitif dan sangat menyukai pekerjaan dan sangat dapat mengatur pekerjaan dengan waktu yg tersedia sekalipun terbatas.
  Individu Bertipe B: adalah individu yg kurang memiliki sifat kompetitif, dan kurang menyukai pekerjaan serta kurang terampil dlm mengatur pekerjaan dg waktu yg diberikan.

  Tahap 3: “Exhaustion” yaitu tahap dimana individu mengalami indikasi lain sbg akibat dari penyesuaian yg dilakukan pd tahap sebelumnya.  Indikasi ini dpt  lebih baik dri keadaan pd tahap 1 atau 2, atau sebaliknya ketika respon pd tahap 1 dan 2 tdk menyelesaikan masalah yg dialami pertama kali pada tahap 1.
H.     Faktor-faktor Penyebab Stres
  Tuntutan pekerjaan (task demands): berupa tuntutan tugas yg harus diselesaikan, misalnya keputusan yg cepat, keputusan yg kritis, atau kurangnya informasi yg mendukung penyelesaian pekerjaan.
  Tuntutan fisik (physical demands): tekanan akibat keadaan fisik, misal temperatur yg tinggi, kualitas ruangan yg buruk, atau kondisi fisik pekerja yg sedang sakit.
  Tuntutan peran/fungsi (role demands): tekanan akibat adanya ambisi dari individu mengenai sesuatu yg ingin dicapai .
  Tuntutan interpersonal (interpersonal demands): terkait dg adanya tekanan yg muncul dari rekan kerja, kelompok kerja, maupun adanya konflik personal dalam organisasi
I.        Faktor-faktor yg menyebabkan individu menjadi kreatif:
  Pengalaman individu dg kreativitas: yaitu apakah individu2 tsb pernah terlibat dlm kegiatan2 yg menuntutnya utk bertindak kreatif atau tidak pernah.
  Perlakuan terhadap individu:  terkait dg bgm cara manajer misalnya memperlakukan tenaga kerjanya.  Ada yg bersifat hierarkis, topdown, atau sebaliknya.
  Kemampuan kognitif dari individu: ada individu yg cenderung utk memiliki convegent cognitif thinking yaitu terbiasa utk melihat berbagai persamaan dari berbagai perbedaan yg ada.  Orang kreatif memiliki kemampuan di dua jenis cara berpikir  baik divergen maupun convergen.
  Kreativitas Individu dalam Organisasi
J.        Tahap-tahap Munculnya Kreativitas
Paling tidak ada 4 tahap:
  Tahap persiapan: berupa proses pendidikan/pelatihan dan pemberian informasi tertentu kpd individu. 
  Tahap inkubasi:  individu dikondisikan pd kondisi ttt yg memungkinkan dirinya utk mendapatkan gagasan-gagasan baru mengenai sesuatu. 
  Tahap penemuan gagasan: pd tahap ini individu berhasil menemukan gagasan yg mungkin akan memberikan manfaat perubahan bagi organisasi.
  Tahap pengujian: merupakan tahap terakhir utk merealisasikan gagasan mengenai sesuatu.



No comments:

Post a Comment